Bismillah.
Dalam permainan sepakbola kita mengenal istilah ‘penjaga gawang’. Ya, insya Allah teman-teman sudah akrab dengan peran yang satu ini. Penjaga gawang memang bukan penyerang/striker atau pemain gelandang atau jenis pemain yang lainnya; sebab tugasnya khusus.
Tugas seorang penjaga gawang alias kiper adalah menjaga gawangnya supaya tidak sampai kemasukan bola; baik itu dari tendangan pemain lawan maupun karena sebab-sebab yang lain.
Berbicara seputar penjaga gawang, dulu ketika sebagian kawan menjadi petugas harian yang membantu takmir masjid; kita juga mengenal istilah penjaga gawang. Tetapi yang dimaksud di sini adalah petugas/takmir yang harus tetap ada di masjid walaupun rekan yang lain ada keperluan di luar bahkan mungkin sampai tidak pulang beberapa hari (?!)
Memang masjid adalah tempat yang sangat mulia. Sebuah tempat yang paling dicintai Allah di muka bumi. Tempat diangkatnya seruan adzan, dimana disebut-sebut nama Allah dan wahana untuk senantiasa berdzikir kepada-Nya, tempat ditegakkannya sholat berjama’ah, pusat pendidikan generasi tua dan muda bahkan kaum muslimah dan ummahat pembina pejuang-pejuang masa depan.
Oleh sebab itu masjid harus dirawat dengan baik dan dijaga segala fasilitasnya dari kerusakan atau bahkan hilang. Marbot mungkin jabatan yang tidak keren bagi banyak orang; tetapi sesungguhnya jika seorang pemuda tekun beribadah kepada Allah, amanah dalam menjalankan tugasnya dalam mengurus masjid dan bahkan menjadi imam atau muadzin di dalamnya; tentu ini adalah sebuah keutamaan yang sangat besar dan tabungan pahala yang luar biasa baginya.
Salah satu diantara 7 golongan yang diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat -pada saat tiada naungan kecuali naungan dari-Nya- adalah ‘seorang pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya’ (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits itu pun disebutkan golongan yang tidak jauh dari sosok para pemuda pecinta masjid ‘yaitu seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid’.
Dari masjid itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu menggembleng para sahabat sehingga lahirlah ulama ulung penjaga hadits sekelas Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Para sahabat adalah buah nyata dari pembinaan masyarakat yang berpusat di masjid nabawi kala itu.
Memperhatikan kegiatan ibadah di masjid, mengurus pengajian, menghubungi pembicara atau khotib, mengajar TPA, menyapu masjid, menata perpustakaan, bahkan membersihkan wc dan mengelap jendela atau mengepel lantai pun semuanya akan bisa membuahkan pahala besar bagi para takmir masjid dan remaja harapan umat yang peduli dengan tegaknya dakwah dan tauhid…
Janganlah anda ragu, Allah pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya. Allah sama sekali tidak akan menyia-nyiakan amalmu, wahai saudaraku… Jika kalian merasa pedih dan terluka atau letih dan tertekan; ketahuilah bahwa orang-orang kuffar pun merasakan letih, lelah, dan terluka… Akan tetapi sesungguhnya kalian kaum beriman mengharap kepada Allah pahala dan keutamaan yang sama sekali tidak diharapkan -dan tidak bisa diperoleh- orang-orang kuffar…
Lelahmu jika ikhlas akan membuahkan pahala. Pahala sabar. Pahala ibadah. Pahala dzikir. Pahala iman. Pahala istiqomah. Pahala dakwah dan berjuang di jalan Allah. Pahala mengajarkan huruf-huruf al-Qur’an. Ingatlah perkataan Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu, “Kami adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam; maka kapan saja kami mencari kemuliaan itu dari selain Islam pasti Allah hinakan kami.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak)
Semoga catatan ini bermanfaat bagi kita semuanya. Barakallahu fiikum.